SEDERHANA, itulah kesan pertama ketika memandang sekolah ini pertama kali berdiri. Memang tidak salah. Sebab ruang kelasnya hanya ada 6, sementara kantor menempati ruang bekas masjid yang di-skat menjadi beberapa ruang untuk perpustakaan, ruang TU dan Kepala Sekolah. Luas tanah tak lebih dari 300 meter persegi. Terlihat bangunannya cukup tua dari dindingnya yang gampang mengelupas, hanya cat hijau yang cukup membuat adem sehingga gedung ini nampak ayem dan tenang ditempati sejumlah siswa yang belum seberapa jumlahnya.
Motivasi berdirinya
sekolah ini juga sederhana. Hanya ingin membangun sekolah bermutu yang dapat
dinikmati oleh semua lapisan masyarakat, termasuk kaum dhu’afa dan anak-anak
yatim. Yah, paling tidak itulah pikiran dari penggagasnya yang terdiri dari
aktivis dan praktisi pendidikan, mereka adalah Hery Suyatna, Nandan Supriatna,
Miftahul Huda, Irwan Trianto, Mintarsih, Dede Rodiah, Ahmad Tarmizi dan Nur
Hidayati. Hal ini muncul dari fenomena mahalnya pendidikan di sekolah-sekolah
bermutu yang umumnya hanya dinikmati oleh masyarakat kelas sosial ekonomi
menengah keatas, padahal tak jarang anak-anak dari sosial ekonomi menengah
kebawah juga banyak yang berpotensi menjadi kader bangsa di negeri ini. Kapan kesempatan
mereka menikmati sekolah bermutu ?
Awal berdiri
tahun 2003, pembicaraan yang paling inten didiskusikan para penggagas adalah
konsep sekolah bermutu. Suatu sekolah terpadu yang mengembangkan potensi anak
secara total, potensi fisik, akal, mental dan spiritual (ruhiyah) dengan cara
menciptakan suasana menyenangkan bagi munculnya hubungan kerjasama antara guru
dan orangtua sehingga sekolah tak ubahnya rumah bagi siswa, guru dan orangtua,
mereka merasa sebagai suatu keluarga dalam proses belajar mengajar mengenai
berbagai hal, mulai dari membaca dan menghafal Al-Qur’an, praktek ibadah dan
akhlak Rasulullah, praktek doa sehari, sampai pada belajar mengendalikan emosi
dan keterampilan memimpin orang lain (leadership).
Pada awal ini jumlah
siswa keseluruhan hanya 52 orang, diantaranya adalah anak-anak dari keluarga
duafa’ dan anak yatim, terdiri dari 11 siswa kelas satu, 10 siswa kelas dua, 14
siswa kelas tiga dan 17 siswa kelas empat. Jumlah guru ada 8 orang, jauh lebih
banyak dari pada jumlah kelasnya, mereka adalah penggagas sekaligus guru di
sekolah ini.
PINDAH LOKASI SEKOLAH
Sekolah yang
beralamat di jalan Pulau Sumbawa 7 ini merupakan lokasi kedua. Setelah
sebelumnya berlokasi di belakang masjid Amar Ma’ruf. Dan nama sekolahnyapun
SDIT Amar Ma’ruf, sekolah yang terletak di Bulak kapal ini mulai berdiri tahun
2000. Setiap tahun penerimaan siswa baru terus bertambah. Hingga tahun 2003
sudah memiliki siswa dari jenjang kelas satu sampai kelas empat. Sebagai sekolah terpadu, guru-gurunya cukup banyak,
tercatat ada 10 guru, Hery Suyatna, Nandan Supriatna, Miftahul Huda, Irwan
Trianto, Mintarsih, Dede Rodiah, Ahmad Tarmizi, Rahmawati Nasution, Rosalina,
dan Muti’ah. Tapi sayang akhirnya sekolah ini harus bubar hanya karena
perbedaan visi antara guru dan pengurus yayasan.
Awalnya perbedaan
visi menyebabkan para guru ingin keluar mengundurkan diri, ternyata siswa-siswi
yang merasa dekat dan akrab dengan guru-gurunya menceritakan kepada orangtua
mereka perihal guru-guru mereka yang hendak keluar meninggalkan mereka. Suasana
kesedihan mengental dan menyatu, terjadilah pembelaan orangtua atau wali murid
terhadap guru. Lalu ramai-ramai mereka menarik anak mereka keluar.
Karena banyaknya
dukungan wali murid terhadap guru, membuat para guru tidak tega meninggalkan
murid-murid mereka, tapi kembali ke sekolah tersebut tidak mungkin. Maka
terjadilah musyawarah demi musyawarah antara guru-guru dan para wali murid di
rumah Bapak Syarifudin selaku salah satu wali murid. Semua menginginkan agar
anak-anak tetap diajar dan dididik oleh guru-guru mereka, akhirnya disepakati
mencari lokasi lain atau gedung yang bisa ditempati menjadi sekolah.
Saat itu Heri
Suyatna selaku Kepala Sekolah diajak oleh Bapak Sugiarto menemui Pak Agus Wahyu
Sadikin selaku ketua yayasan Baiturrahman yang saat itu memiliki bangunan tua wakaf
masyarakat sebanyak 6 ruang namun kondisinya memperihatinkan. Sehari-hari bangunan
tersebut dipakai sebagai sarana pendidikan TPA dan MDA pagi hari pukul 07.30
sampai 09.00 dan sore hari pukul 16.30 sampai 17.30. Selaku ketua yayasan pak
Wahyu merasa senang kalau wakaf ini dapat dimanfaatkan lebih optimal lagi.
Lalu dibuatlah Nota
Kesepakatan (MoU) antara pengurus yayasan Baiturrahman dengan Hery Suyatna dan
kawan-kawan sebagai “pengelola SDIT”. Beberpa poin yang menjadi fokus MoU
tersebut adalah :
1.
Tujuan pengelolaan sekolah adalah dakwah melalui
pendidikan, investasi bagi kemajuan kualitas umat Islam
2.
Sekolah tidak berafiliasi dan berorientasi kepada satu
faham, kelompok atau golongan kecuali hanya Islam berdasar tuntunan Al’quran
dan As-Sunnah.
3.
Kesejahteraan tenaga pendidik menjadi tanggung jawab
pengelola dan yayasan tidak ikut bertanggung jawab masalah keuangan sekolah
(listrik, air, sampah, dll).
4.
Yayasan memberikan otonomi sepenuhnya mengenai manajemen
pengelolaan, kurikulum dan keuangan kepada pihak pengelola.
5.
Keterbukaan dilakukan guna membangun hubungan harmonis
antara pengelola sekolah dan pengurus yayasan
6.
Segenap pengelola sebagai penggagas SDIT melebur
sepenuhnya sebagai warga masyarakat dan jama’ah Baiturrahman secara totalitas
ikut serta memakmurkan masjid Baiturrahman.
7.
Pengelolaan TPA dan MDA yang ada diintegrasikan pengelolaannya
atas koordinasi pengelola SDIT.
MoU tersebut ditanda
tangani oleh pengurus yayasan, yaitu : H. Rasyidin Al-Gamar (almarhum), Agus
Wahyu Sadikin, Setyono, Muntoha, Cecep Hidayat, M. Shodry, Dewi Sumiati, Ahmad
Suhaeri, Hamdi Kardani dan Manut Siswosetiono. Sedang dari pengelola SDIT,
semua penggagas ikut menanda tangani, yaitu : Hery Suyatna, Miftahul Huda,
Ahmad Tarmizi, Irwan Trianto, Dede Rodiah, Nur Hidayati dan Nandan Supriyatna.
Setelah ada Mou, legalah
hati bahwa sudah ada tempat dimana guru-guru dan para siswa dapat bersatu
kembali melaksanakan proses belajar mengajar, hanya saja kondisi bangunan kelas
saat itu betul-betul tidak layak ditempati apalagi untuk mengelola sekolah
semacam SDIT. Lantai semennya sudah banyak yang berlobang, tidak jauh berbeda
dengan plafonnya yang sudah pecah-pecah. Begitu pula dindingnya yang sebagian
besar plesternya terkelupas. Harus dilakukan renovasi dahulu sebelum ditempati.
Ternyata ketika
musyawarah entah yang keberapa kali di rumah pak Syarifudin, beliau menyanggupi
melakukan renovasi ruang kelas tersebut dengan tenaga dan biaya sendiri. Sebab
waktu itu SDIT tidak memiliki dana sama sekali. Renovasi meliputi perbaikan
plafon, dinding di plester kembali dan lantai dipasang kramik, baik di dalam
kelas maupun teras kelas.
Usai renovasi, awal tahun
ajaran baru, Juli 2003 SDIT kembali beroperasi namun berganti nama dengan SDIT
Baiturrahman mengikuti nama yayasan dan nama masjid yang sudah ada sebelumnya. Hampir
semua siswa SDIT Amar Ma’ruf kembali ke sekolah ini, kelas satu sampai kelas empat
begitu pula guru-gurunya kecuali Rahmawati Nasution, Rosalina dan Muti’ah. Ibu
Herlina memilih menjadi guru senior di SDIT Permata Hati dan bu Muti’ah menjadi
guru SDIT Nurul Ilmi sedang Rahmawati Nasution memilih berwirausaha di rumah.
Baru setahun beroperasi
kembali tiba-tiba Bapak Heri Suyatna menyatakan tidak bisa melanjutkan tugas
beliau sebagai Kepala Sekolah disebabkan harus mendampingi istri beliau yang
dokter PNS mendapat tugas di Bengkulu. Maka jabatan Kepala Sekolah dilanjutkan oleh
Ahmad Tarmizi.
PERTOLONGAN ALLAH
Disadari sepenuhnya banyak
sekali pertolongan Allah swt dalam mengembangkan sekolah ini. Mulai dari
mendapatkan perluasan tanah, mendapatkan izin operasional sekolah dari Dikdas,
memperoleh predikat “terakreditasi A”, sampai kemudahan-kemudahan yang Allah
berikan dalam mendidik siswa-siswi menjadi anak-anak yang sholeh dan sholihah.
Kesadaran ini harus
diyakini sepenuhnya, bahwa upaya manusia itu lemah dan tidak akan menghasilkan
apa yang diharapkan tanpa campur tangan dari Allah swt. Oleh karenanya semua
guru terutama pimpinan harus berupaya agar Allah swt ikut turun tangan sehingga
ada keberkahannya. Kalau Allah swt lepas tangan maka pasti tidak akan ada keberkahan
disana. Hal ini menjadi dasar bahwa pendidikan anak harus memadukan ikhtiar dan
doa, menjaga kedekatan diri kepada Allah, menjaga hak-hak Allah dan menjauhi
hal-hal yang tidak di ridhoi-Nya semisal saling menzolimi atau menahan hak
orang lain.
Sejak beroperasi kembali
muncul keinginan untuk sesegera mungkin memperoleh kepercayaan masyarakat, karenanya
diawal berdiri ini langsung diuruskan surat-surat resmi izin operasional dari
Dikdas Kota Bekasi, perluasan tanah dan pengurusan Akreditasi Sekolah. Peran
orangtua masih sangat dominan, termasuk menguruskan surat-surat resmi tersebut,
melengkapi kebutuhan kelas dan kebutuhan lainya. Pada tahun pertama ini wali
murid memilih Ketua Komite Sekolah pertama yaitu Bapak Syarifudin.
Kekuatan doa bagi dakwah
dibidang pendidikan ini menghasilkan sesuatu yang tidak terduga, tahun 2004
alhamdulillah mendapat perluasan tanah dari Pemda Kota Bekasi atas tanah Pasos-Pasum
yang digunakan SDIT Baiturrahman menjadi 1.620 meter persegi, terdiri dari 500
meter untuk masjid dan 1.120 meter untuk SDIT. Luas tanah ini memenuhi syarat
sebuah sekolah sesuai standar Dikdas, oleh karenanya tahun 2005 keluar “Izin
Operasional Sekolah” untuk SDIT Baiturrahman.
Tidak perlu menunggu
waktu terlalu lama, doa menjadi modal segalanya, tahun 2006 Baiturrahman termasuk
sekolah yang akan diakreditasi oleh Diknas Kota Bekasi. Hasilnya? Alhamdulillah
Baiturrahman mendapat predikat “terakreditasi A”. Ini bukti komitmen guru-guru
bahwa mereka serius mendirikan sekolah, mendidik anak-anak bangsa khususnya
anak-anak muslim menghantarkan mereka mengenal agamanya, mengenal Allah swt,
mengenalkan Rasulullah saw dan tahu cara berbakti dan berterima kasih kepada
kepada kedua orangtua mereka. Inilah misi dakwah tidak ringan yang mesti diemban.
YAYASAN BARU
Tahun berganti, tiba masa
kepengurusan Komite Sekolahpun harus berganti dari pak Syarifudin pindah kepada
pak Subur Subagjawan, juga wali murid. Setelah tidak menjabat ketua Komite
Sekolah, pada tahun 2007 pak Syarifudin diusulkan menjadi ketua yayasan,
menggantikan pak Agus Wahyu Sadikin. Maka sesuai dengan UU No 16 tahun
2001 tentang yayasan, dibikin akte baru yayasan Baiturrahman menjadi Yayasan Pendidikan
Islam Baiturrahman Aren Jaya.
Dewan Pembina yayasan baru ini adalah : Agus Wahyu Sadikin, ust Rifqi Hadi
dan Rasono. Dewan pengurus H. A. Syarifudin (ketua), Tanuri (sekretaris) dan
Cecep Hidayat (bendahara). Kemudian Dewan Pengawas adalah : M. Sholeh Arsyad,
M. Shodry, Syafri Junut, Yayat Hidayat, M. Subki, Zainuddin dan Manut
Siswosetiono.
Ketika Komite Sekolah dipimpin oleh Bapak Miftah Rohman, bangunan kelas
mulai sedikit berubah, sebab beliau yang menggagas pembangunan ruang kelas baru yang waktu itu
ruang kelas yang ada sudah dirasa kurang, kepercayaan masyarakat terus
meningkat, penerimaan siswa baru terus membludak. Langkah awal beliau berinfak
sebesar 50 juta, mulailah para orangtua ramai-ramai berinfak shodaqoh sehingga
akhirnya tahun 2009 jadilah dua ruang kalas baru.
Semangat itu terus berlanjut, apalagi sekolah beberapa kali menerima
bantuan Diknas Pusat masing-masing sebesar 80 juta akhirnya tahun 2010 bertambah
lagi 5 ruang kelas baru. Saat membuat tulisan ini sekolah sudah merobohkan 6
ruang kelas yang lama dan sedang membangun fondasi penggantinya yaitu 5 ruang
baru yang Insya Allah direncanakan berlantai 3 sehingga nanti akan ada 15 ruang
kelas baru.
Saat ini jumlah siswa 287, terdiri dari 11 kelas dan jumlah guru ada 31
guru, 3 TU dan 2 petugas kebersihan. Komite Sekolah dipimpin oleh Bapak Ir. H.
Iman Kukuh Santoso. Alumni pertama sudah mulai kuliah di semester satu,
alhamdulillah salah satu alumni ada yang mampu diterima di fakultas Psikologi
UI Depok. Juga diantara alumni ada satu yang mendapat beasiswa penuh diterima
di Sekolah Insan Cendikia Gorontalo.
Sebagian besar alumni melanjutkan pendidikannya ke sekolah bording atau
pondok pesantren. Hampir semua pesantren di Bekasi dan sebagian pesantren di
Bogor ada alumni SDIT Baiturrahman, termasuk pesantren di Subang dan Jakarta.
Ada juga pesantren di Jawa Tengah dan Jawa Timur semisal PPM Gontor Ponorogo.
Hal ini sesuai dengan harapan guru-guru agar ilmu yang ditimba di Baiturrahman
dapat dilanjutkan di pesantren, apalagi saat sekarang ini pesantrenlah
alternatif sekolah yang mampu membendung pengaruh negatif dari lingkungan
pergaulan anak.
Insya Allah selesai bangunan kelas tiga lantai akan segera dilakukan
perluasan serambi masjid agar mampu menampung siswa-siswi yang semakin banyak,
terutama pada waktu pelaksanaan sholat zuhur dan ashar. Suatu pandangan yang
membanggakan jika masjid yang megah memiliki lembaga pendidikan yang bermutu.
Pendidikan ini yang akan menanamkan kemuliaan masjid kepada anak-anak yang pada
saatnya merekalah yang akan meramaikan jama’ah sholat di masjid sehingga masjid
tetap ramai dari tahun ke tahun. Bayangkan masjid yang tidak peduli dengan
pendidikan anak-anak, tidak ada TPA atau MDA, bisa jadi dalam waktu 15 atau 20
tahun mendatang sepi dari jama’ah sholat karena sudah banyak yang meninggal
sementara generasi mudanya tidak dididik mengenal masjid. Wallahu a’lam.
Data Siswa SDIT Baiturrahman
PERIODE
|
Kelas 1
|
Kelas 2
|
Kelas 3
|
Kelas 4
|
Kelas 5
|
Kelas 6
|
JUMLAH
|
2003-2004
|
11
|
10
|
14
|
17
|
52
|
||
2004-2005
|
12
|
11
|
10
|
14
|
17
|
64
|
|
2005-2006
|
22
|
14
|
13
|
12
|
14
|
17
|
92
|
2006-2007
|
25
|
22
|
15
|
16
|
13
|
15
|
106
|
2007-2008
|
23
|
25
|
22
|
15
|
16
|
13
|
114
|
2008-2009
|
25
|
23
|
25
|
23
|
17
|
16
|
129
|
2009-2010
|
52
|
25
|
22
|
25
|
22
|
19
|
165
|
2010-2011
|
32
|
54
|
26
|
22
|
27
|
22
|
183
|
2011-2012
|
54
|
37
|
55
|
27
|
24
|
29
|
226
|
2012-2013
|
88
|
56
|
37
|
55
|
27
|
24
|
287
|
halo
BalasHapus